Senin, 12 Januari 2015

Tujuh Bulan Kandungan Menurut Pandangan Agama

Tujuh bulan kandungan menurut pandangan agama
 
1.      Pengertian Tujuh Bulan Kandungan
Di indonesia banyak berbagai macam kebudayaan untuk menghormati suatu tradisi  dalam memperingati hari  tujuh bulan kandungan, dalam memperingati tujuh bulanan setiap orang memiliki adat masing-masing, Dalam adat jawa setiap ada orang yang mengandung dan kandungan tersebut sudah berumur 7 bulan, kandungan tersebut di berkahin atau deberi doa  agar bayi dalam kandungan sehat dan diberi keselamatan dalam kandungan. Setiap melaksanakan ritual 7 bulanan orang-orang yang berada di sekit di undang untuk menghadri upacar tujuh bulanan tersebut. Dilakukan tujuh bulanan atau telonan kita memohon agar bayi dalam kandungan atau rahim mendapat keselamatan, dalam upacara tujuh bulanan, telonan, pitonan, biasanya dibuatkan tumpeng dan tumpeng tersebut dibagikan kewarga sekitar yang telah hadir untuk mengikuti upacara tersebut.

2.      Menurut Pandangan Islam
Umat islam di indonesia di jawa maupun di pulau selainnya, saat menyambut putra pertama ternyata masih melakukan ritual-ritual yang tidak ada perintahnya dari nabi Muhamad. Acara itu adalah mitoni (saat kandungan berusia tujuh bulan) ada yang melakukan upacara tingkepan, telonan, pitonan, tetapi ada pula yang melakukan pitonan atau tujuh bulan  saja sebagian orang jawa, (dan juga selainnya termasuk sunda, minang, dayak, dan lainnya,), mempercayai bahwa mitoni atau tujuh bulanan, dilakukan setelah kehamilan ibu genap usia 7 bulan. Mitoni atau tujuh bulan dilakasanakan saat kehamilan berusia tidak boleh lebih kurang dari 7 bulan karena tidak ada neptu atau weton (hari masehi+hari jawa) yang dijadikan patokan, maka hari selasa atau sabtu yang digunakan. Tujuan tujuh bulanan agar supaya ibu dan janin dan janin selalu dijaga dalam kesejahteraan dan keselamatan (wilujeng, santosa, jatmika, rahayu ).

a.      Umat Islam Sekarang Pun Sebagian Besar Masih Melaksanakannya

Sekarang masyarakat Islam masih banyak orang yang melaksanakan tingkeban atau mitoni, dengan tatacara yang sedikit berbeda (atau dibedakan) dengan tradisi Jawa. Keluarga yang memiliki ibu yang hamil tujuh bulan mengajak tetangga-tetangganya guna dimintai pertolongan untuk membacakan beberapa surat tertentu dari Alquran, seperti Surat Yusuf, Surat Maryam, Surat Yasin, dll. Mereka membaca bersama-sama dengan bagian yang berbeda-beda, surat yang panjang biasanya dibagi dua atau tiga orang, sehingga dalam waktu kurang lebih setengah jam bacaan Alquran sudah selesai dan diakhiri dengan pembacaan doa oleh imamnya.
Demikian juga ketika anak dilahirkan mereka melakukan amalan yang sama dengan menanam ari-ari di kanan atau kiri pintu utama rumah dan meneranginya selama tiga bulan. Selamatan kehamilan, seperti 3 bulanan atau 7 bulanan (Nujuh Bulanan), tidak ada dalam ajaran Islam. Itu termasuk perkara baru dalam agama. Dan semua perkara baru dalam agama adalah bid’ah, dan semua bid’ah merupakan kesesatan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda

3.      Menurut Agama Hindu
Dalam agama hindu mitoni atau tujuh bulanan sering dijumpai ditengah-tengah masyarakat adalah tradisi yang berasal dari agama hindu yaitu dalam kitab hindu Upadesa halaman 6 disebut bahwa tujuh bulanan, telonan dan tingkepan dilakukan untuk memohon keselamatan anak yang ada di dalam rahim (kandungan). Acara ini sering juga dikenal Garba Wedana (garba berikut. Wedana berarti sedang mengandung)
4.      Maksud Dan Tujuan
Telonan disebut juga pengambean, yaitu upacara pemanggilan atman (urip) atau ruh kehidupan. Mitoni untuk melakukan ritual sambutan, yaitu penyambutan atau peneguhan letak atman (urip) atau ruh kehidupan si bayi. Dan yang terbesar tingkeban berupa janganan, yaitu upacara suguhan terhadap "Empat Saudara" (sedulur papt) yang menyertai kelahiran sang bayi, yaitu : darah, air, barah, dan ari-ari yang oleh orang Jawa disebut kakang kawah adi ari-ari.
Tingkeban dilakukan guna memanggil semua kekuatan alam yang tidak kelihatan tapi mempunyai hubungan langsung pada kehidupan sang bayi dan juga pada panggilan kepada Empat Saudara yang keluar bersama saat bayi dilahirkan. Bayi dan kakang kawah ari-ari bersama-sama diupacarai, diberi pensucian dan suguhan agar sang bayi mendapat keselamatan dan selalu dijaga oleh unsur kekuatan alam.
Ari-ari yang keluar bersama bayi dibersihkan dengan air dan dimasukkan ke dalam tempurung kelapa, atau kendil atau guci. Kendil kemudian ditanam di pekarangan, di kanan pintu apabila bayinya laki-laki, di kiri pintu apabila bayinya perempuan. Kendil yang berisi ari-ari ditimbun dengan baik, dan pada malam harinya diberi lampu, selama tiga bulan (Kitab Upadesa, tentang ajaran-ajaran Agama Hindu, oleh : Tjok Rai Sudharta, MA. dan Drs. Ida Bagus Oka Punia Atmaja, cetakan kedua 2007)
5.      Menurut Agama Buddha
Dalam agama buddha dalam upacara untuk memperingati tujuh bulan kandungan biasanya mengundang warga setempat untuk menghadiri upacara atau selamatan tujuh bulan kandungan. Dalam peringatan tersebut keluarga menyiapkan tumpeng sebagai syarat upacara tujuh bulan kandungan atau pitonan, setelah selesai upacara tersebut biasanya tuan rumah yang mengadakan peringatan atau tujuh bulanan  mengundang umat-umat dari vihara laen dan mengundang umat sekitar yang beragama buddhis untuk membacakan doa atau parita suci. Dalam upacara tujuh bulanan tersebut biasanya mengundang Bhikkhu atau pandita untuk meberi doa, setelah selesai membacakan doa atau parita-parita suci biasanya umat diberi makan ringan dan warga tersebut sambil berbincang-bincang sambil makan yang telah di sediakan tuan rumah. Setelah selsai makan upacara atau pembacaan doa ditutup dengan membacakan parita-parita suci.
Parita yang dibacakan dalam upacara memperingati tujuh bulan kandungan sebagai berikut:
1.      Parita yang dibacakan untuk tujuh bulan kandungan
a.      Pubbabhaganamakara/vandana
b.      Tisarana
c.       Buddhanussati
d.     Dhammanusati
e.      Sanghanussati
f.        Saccakiriya Gatha
g.      Abhaya Paritta atau Pattumo dana Paritta
h.      Sumangala Gatha II (parita memercikan air pemberkahan
Catatan :
1.      Dalam memimpin upacara-upacara, pandita memimpin upacara diharap mengenakan busana kepanditaan
2.      Bila keadaan memungkinkan dalam upacara-upacara dibuat cetya (altar). Diatas altar ditempatkan.Patung atau gambar sang Buddha, lilin dan lampu: minimal sepasang, bungaalam didalam atau di vas altar bisa di atur seindah mungkin,
3.      Sebelu pembacaan parita dimulau, yang memohon pemberkahan atau kedua orang tua dari yang bersangkutan menyalakan lilin, dupa dan bernamaskra di depan altar dengan dipimpin oleh pandita pemimpin upacara.
4.      Bila bhikkhu atau samanera dimohon melakukan pemberkatan tata upacara adalah sebagai berikut:
a.      Pandita memimpin yang memohon pemberkahan atau kedua orang tua dari yang bersangkutan dan semua umat yang hadir, membaca aradhhana tisarana pancasila (permohonan tuntunan tisaranadan pancasila).
b.      Pandita memimpin yang bersangkutan membaca aradhana parita (permohonan membacakan parita)
c.       Pada waktu bhikkhu atau samanera membacakan paritta dan memercikan air pemberkatan.

Kesimpulan:
Jadi upacara untuk memperingati tujuh bulan kandungan ialah agar bayi yang berada di dalam kandungan diberi keselamatan, agar bayi dan ibunya sehat dan tidak ada halangan apa pun dalam mengandung. Di dalam pelaksanaan upacara tersebut dibuatkan tumpeng  dan tumpengtersebut di beri doa dan dibagikan ke warga sekitar yang telah diundang untuk menghadiri upacara tujuh bulan kandungan.